Selasa, 11 November 2008

TATA RUANG DAN EKOSISTEM

oleh : Iswara Gautama

PENGERTIAN TATA RUANG

Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 (R.I 1992) tentang penataan ruang disebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan tata ruang adalah wujud structural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. Selanjutnya penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan rauang.

Secara umum, perencanaan ruang adalah suatu penyusunan rencana tata ruang untuk meningkatkan kulaitas lingkungan hidup,manusia, dan kualitas pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang tersebut dilakukan melalui proses-proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarlan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mengikat semua pihak.

Perkembangan konsep-konsep ruang mengarah kepada pendekatan ekonomi dan juga konsep rauang sosial yang merupakan perubahan pandang terhadap ruang dan kemudian banyak dijadikan dasar konsep pengembangan wilayah. Konsep ruang untuk pengembangan wilayah lebih mengarah kepada ruang sebagai komponen untuk kebutuhan pembangunan, misalnya pemusatan konsep keterkaitan kegiatan ekonomi dan organisasi keruangan dalam satu system menurut simpul dan jaringan.

Konsep tentang ruang yang diartikan secara absolut yang memandang ruang seperti adanya atau menurut objek yang ada didalamnya. Ruang tidak berubah eksistensinya walaupun sesuatu diletakkan di dalanya sehingga ruang tetap adalah secara absolut. Konsep ruang lainnya adalah dalam kaitannya antara benda dan energi dalam dimensi waktu. Konsep relatif inilah yang kemudian dikembangkan kedalam konsep ruang praktis.

Ruang adalah wadah yang meliputi ruangan daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lainnyahidup dan melakukan kegiatan dan melakukan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Masalah ruang banyak dibicarakan dalam kaitannya dengan pembangunan menurut Ikbal yang dikutip oleh Sugandhy (1992) penekanan pada ruang ini terjadi karena wilayah lebih diartikan sebagai space dari pada region. Perhatian pada ruang sebagai unsure penting alam pembangunan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya perhatian pada konsep pembangungan berkelanjutan (Sustainable development). Ruang tidak hanya digunakan sebagai kerangka konsep sional dalam teori perencanaan wilayah, tetapi lebih sebagai dasar pengambilan keputusan untuk kebijakan-kebijakan pembangunan dalam kaitannya dengan tata ruang.

Salah satu pendekatan yang berperan besar dalam penggunaan sumberdaya alam adalah tata ruang, yang pada dasarnya merupakan suatu alokasi sumberdaya alam ruang bagi berbagai keperluan pembangunan agar memberi manfaat yang optimal bagi suatu wilayah (Coutrier, 1992). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, pasal 14 (2), yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruangan adalah bentuk hubungan antar berbagai aspek sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sosial budaya, ekonomi, teknologi, pertahanan, keamanan, fungsi lindung, budidaya, dan estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu yang dalam kesatuan secara utuyh menyeluruh serta berkulaitas membentuk tata ruang. Menurut Sugandhy (1995), ruang merupakan suatu wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis yang dipergunakan sebagai wadah bagi setiap usaha pemenuhan kehidupan manusia baik pemanfaatannya secara horizontal maupun vertikal.

PENTINGNYA TATA RUANG

Untuk menyerasikan pemanfaatan sumberdaya alam bagi kebutuhan manusia perlu diupayakan penataan ekosistem yang dicerminkan dalam penatagunaan ekosistem yang dicereminkan dalam penatadunaan ruang. Sasaran yang hendak dicapai dalam penatagunaan ruang meliputi tatanan penyediaan peruntukan penggunaan air, tanah dan sumberdaya lainnya, untuk meletakkan kegiatan pembangunan pada tempatnya, yang sesuai secara fisik dan hukum. Oleh karena itu upaya penataan ruang dapat diartikan sebagai usaha untuk pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemanfaatan sunberdaya alam melalui peningkatan kualitas lingkungan fisik dan pemanfaatan ruang yang optimal, serasi, terpadu dan berlanjut.

Penataan ruang bertujuan untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta hubungan fungsional secara serasi dan seimbang, dalam permanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Dengan demikian, peningkatan kulitas hidup manusia dan kualitas lingkungan hidup dapat dilaksanakan secara berlanjut.

Ruang merupakan wadah bagi manusia untuk melakukan kegiatannya. Dari sudut fungsinya dan kaitannya dengan wilayah, maka dapat dibagi menjadi wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan. Wilayah perkotaan adalah wilayah yang dibatasi lingkup pengamatan fungsi kota sebagai tempat pemukiman urban seperti jasa pelayanan pemerintah, sosial ekonomi.

Tata ruang adalah pengaturan dan susunan ruangan untuk wilayah, sehingga tercipta persyaratan yang bermanfaat dari segi ekonomi, sosial budaya dan politik, menguntungkan bagi perkembangan masyarakat wilayah tersebut. Tata ruang pada tekanannya diharapkan dapat mengembangkan fungsi sebagai berikut:

o Mengatur penyelenggaraan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan ruang, selanjutnya: dalam tiga dimensi dan arti kebutuhan bumi air (sungai, danau, lautan) dan kekayaan terkandung didalamnya.

o Menentukan dan mengatur hubungan yang serasi dan seimbang antara orang-orang dan ruang

o Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang mengenai perbuatan hukum yang menyangkut ruang.

Tata ruang memberikan konotasi pekerjaan memetak-metak lapangan. Dalam istilah ini belum tersirat jawabab bagaimana mengatur penggunaan lahan untuk memperoleh manfaat total sebaik-baiknya berdasarkan penilaian semua.

Penataan ruang ditetapkan berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 1992 yang ditetapkan 13 Oktober 1992. Undang-Undang tentang penataan ruang tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan letaj dan kedudukannya yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disukuri dan dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan. Pengelolaan sumberdaya alam yang beranekaragam di daratan, di lautan dan di udara perlu dilakukan secara terkordinasi dan terpadu dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buata dalam pola pengelolaan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pebangunan berwawasan lingkungan.

PERMASALAHAN DALAM PENATAAN RUANG

Dalam pentaan ruang beberapa permasalahan yang dihadapi adalah:

1. Keterbatasan tersedianya luas lahan dan ruang, yang relatif tidak bertambah. Indonesia mempunyai daratan kurang lebih 193 juta ha, luas lautan hingga batas ZEE dan luas angkasa hingga batas GSO

2. Tidak semua areal hutan dan atau ruang cocok untuk suatu kegiatan manusia

3. Terjadinya pemanfaatan lahan dan ruang yang saling mengganggu antara berbagai kegiatan

4. Belum adanya pengaturan kelembagaan yang jelas untuk penanganan tata ruang wilayah yang berwawasan lingkungan, terutama disebabkan karena belum adanya perngkat perundang-undangan tata ruang dan belum siapnya perangkat pengelolaan penataan ruang.

Walaupun dihadapkan pada kendala tersebut, tetapi usaha penataan ruang tetap perlu dilakukan, agar segala tindakan pemanfaatan sumberdaya bagi kepentingan kebutuhan manusia tidak merugikan kehidupan manusia itu sendiri. Dampak negatif sebagai akibat tidak dilakukannya penataan ruang antara lain:

1. Terjadinya kerusakan berbagai sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang dapat menyebabkan tergangguny tata air , keseimbngan iklim mikro serta hilangnya gudang plasma nutfah; pencemaran sumberdaya air, terjadinya erosi yang dapat mempercepat proses sedimentasi diperairan

2. Tidak tertatanya sumberdaya buatan, yang lebih lanjut dapat menimbulkan terjadinya pencemaran tanah, udara dan perairan, serta menimbulkan kemacetan lalulintas dan pemukiman yang kumuh, yang terutama terjadi di kota-kota besar

3. Terjadinya konflik antara penggunaan lahan dan ruang yang tidak efisien, seperti kerusakan kawasan-kawasan lindung, tidak terkendalinya harga tanah serta terjadinya konversi lahan pertanian kelas I

4. Terhambatnya pengembangan wilayah, sebagai akibat tidak terstrukturnya kaitan antara pembangunan sekoral dan daerah.

PENATAAN RUANG WILAYAH

Salah satu upaya memperkecil dampak negatif serta pengembangan dampak positif dalam pemanfaatan sumberdaya, dilakukan Penataan Ruang Wilayah melalui Rencana Tata Ruang di Tingkat Nasional dan daerah, yang akan merupakan standar informasi dan perpetaan siap pakai dari pemanfaatan sumberdaya bagi kepentingan kegiatan pembangunan dalam kurun waktu tertentu, baik yang akan dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

Upaya Penataan Ruang Wilayah ini mencakup:

1. Perencanaan tata ruang yang meliputi kegiatan penyusunan, menetapkan dan mensahkan rencana tata ruang dengan mempertimbangkan aspek waktu, modal, dan optimasi terhadap penggunaan bumi, air, angkasa dan keseimbangan serta daya dukung lingkungan

2. Pelaksanaan tata ruang meliputi kegiatan membuat rencana teknik dan program pemanfaatan ruang agar dapat berfungsi sesuai dengan rencana tata ruang

3. Pengendalian pelaksanaan rencana tata ruang meliputi pengaturan pengawasan dan penertiban dalam pemanfaatan ruang,untuk mencapai tujuan penataan ruang.

Dengan mempertimbangkan kondisi biogeofisik dan sosekbud, maka pengembangan tata ruang perlu menetapkan kawasan nonbudi daya y ang mempunyai fungsi konservasi dan preservasi terhadap air, tanah, udara, flora, fauna, sejarah dan sebagainya, serta kawasan budidaya yang mumpayai fungsi produksi. Kawasan non budidaya ini diperlukan untuk penyelamatan sumber air, plasma nutfah, penyelamatan iklim dan cuaca, pencegahan erosi serta perlindungan tumbuhan dan satwa langka.

Sedangkan kawasan budidaya ditujukan bagi keperluan pemuiman beserta sarana penunjangnya, pembangunan sektoral dan daerah, overall revenue makro tingkat nasional, sehingga di atas kawasan yang dibudidayakan dapat dilaksanakan kegiatan pertanian, kehutanan, perikanan, pariwisata, industri dan sebagainya, tanpa mengganggu kelestarian kawasan non budidaya.

PROSES PERENCANAAN TATA RUANG

Proses penyusunan rencana tata ruang pada suatu wilayah melalui tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Penyiapan rona wilayah

Tahap ini merupakan upaya untuk mengidentifikasi potensi dan masalah serta karateristik pada suatu wilayah. Rona awal selain menggambarkan kondisi awal lingkungan ekonomi, sosial, kelembagaan dan struktur tata ruang serta alokasi pemanfaatan ruang, juga menekankan terhadaop aspek fisik yang meliputi sumberdaya alam dan lingkungan suatu wilayah. Data rona awal ini dijadikan sebagai data dasar untuk membuat, merencanakan dan merumuskan kegaiatan selanjutnya.

2. Penetapan arah pengembangan

Arah pengembangan ditujukan untuk memberikan petunjuk pengembangan untuk mentapkan prioritas penanganan pusat-pusat pelayanan (Nodul) dengan kawasan pengembangan

Arahan pengembangan yang dibuat harus memperhatikan beberapa hal antara lain:

a. Permasalahan dan kepentingan pada berbagai tingkatan seperti tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten

b. Arah kebijakan penataan ruang

c. Pola dasar pembangunan pada berbagai tingkatan

d. Rencana pemanfaatan ruang lainnya seperti TGHK, Padu serasi dan lain-lain

e. Pendapat dan aspirasi masyarakat

f. Serta rencana tata ruang wilayah sekitarnya

Pada dasarnya Rencana Tata Ruang terdiri dari tiga tingkat berdasarkan skala cakupan dan kedalaman, yaitu:

1. Strategi Nasional Pembangunan Pola Tata Ruang (SNPPTR) yaitu kebijaksanaan pengembangan pala tata ruang pada tingkat nasional. Ruang lingkup SNPPTR mencakup kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan kriteria:

- Kawasan harus dilindungi

- Kawasan budidaya

- Kawasan Industri, dan dapat diperluas pada hal-hal lainnya di masa yang akan datang

2. Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi (RSTRP) yaitu penataan struktur ruang propinsi. Ruang lingkup RSTRP ini adalah kebijaksanaan pemerintah yang memberikan arahan tata ruang di tingkat propinsi mengenai:

- Kawasan yang harus dilindungi

- Pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan pemukiman

- Jaringan prasarana yang menghubungkan antara kawasan wilayah-wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya.

3. Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten/Kota / Wilayah (RUTRK/W) yaitu penataan struktur ruang Kabupaten Kota/ Wilayah Ruang Lingkup RUTRK/W adalah kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan lokasi dari:

- Kawasan yang harus dilindungi

- Pengembangan kawasan budidaya, termasuk kawasan produksi

- Pola jaringan prasarana

- Wilayah-Wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya.

PENUTUP

Untuk menyerasikan pemanfaatan sumberdaya alam bagi kehidupan manusia perlu diupayakan penatagunaan ekosistem yang dicerminkanoleh penatagunaan ruang, dimana sasaran yang ingindicapai dalam penatagunaan ruang meliputi tatanan penyedian peruntukan penggunaan tanah, air, udara dan sumberdaya lainnya.

PUSTAKA

1. Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan., Surna T. Djaningrat.

2. Kondisi Pemanfaatan Ruang daratan., Veronica A. Kumurur, 2002.

3. Reklamasi Pantai Dalam Hubungannya dengan Pendaftaran Tanah., Hasmonel dan Ratna Nurhati, 1999.

4. Teknologi Pengendalian Lingkungan. Dalam: membangun tanpa merusak. KMLH RI, Jakarta., Coutrier. 1992.

5. Strategi Penataan Ruang Nasional. Dalam: Membangun tanpa merusak. KMLH RI, Jakarta., Acak Sugandhy. 1992.

6. Undang-Undang tentang Penataan Ruang Nomor 24 Tahun 1992.

Beberapa Prasyarat Menuju Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

Prasyarat yang harus dipertimbangkan untuk melandasi pelaksanaan pengelolaan hutan produksi lestari adalah:

1. Kebijaksanaan alokasi pemanfaatan sumberdaya hutan, yaitu perelu menetapkan keseimbangan antara kempuan maksimal dengan jumlah produksi yang dihasilkan dari hutan dengan jumlah yang dikonsumsi yang seharusnya dipenuhi, baik untuk dalam dan luar negeri

2. Kepastian tata ruang, yaitu untuk memberikan kepastian usaha jangka panjang baik secara de jure maupun de facto

3. Penyempurnaan kelembagaan pengusahaan hutan, meliputi usaha menjabarkan peraturan yang berlaku secara nasional menuju pelaksanaan yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah, merumuskan kembali insentif, minimisasi biaya transaksi melaui debirokratisasi, serta penegakan hukum (law enforcement)

4. Memelihara dan mengembangkan kelembagaan masyarakat dan menumbuhkan peran serta untuk memanfaatkan hutan dan menjaga kelestarian hutan.

Jadi konsep pembangunan hutan yang berkelanjutan tercapainya manfaat ganda (multiple-use), yaitu menghasilkan kayu, mengatur tata air, tempat hidup margasatwa, sumber makanan ternak dan manusia dan tempat rekreasi. Dalam keadaan tertentu, manfaat tersebut dapat saling tumbukan, sehingga perlu ditentukan prioritasnya. Disini diperlukan tata guna lahan hutan yang permanen.

Dalam hal manfaat hutan sebagai penghasil kayu, maka asas kelsetarian hasil, merupakan landasan pengelolaan yang utama. Manajemen berdasarkan kelestarian hasil ilah pengelolaan hutan mengarah ke kontinuitas produksi, sehingga dalam waktu yang cukup awal, dapat diperoleh dan dicapai secara tahunan atau lebih lama, suatu keseimbangan antara pertumbuhan netto (riap) dan pemanenan. Jadi disini hutan di pandang sebagai suatu sumber alam yang dapat dipulihkan (renewable natural resources).

Gagasan keseimbangan tersebut bukanlah statis. Kemugkinan untuk meningkatkan pertumbuhan sesuai dengan kemampuan produktivitas yang maksimum, tetap terbuka. Sustained Yield Management harus luwes, artinya apabila produksi bertambah dan pasaran baik, penebangan dapat ditingkatkan, sebaliknya apabila pasaran lesu penebangan harus dikurangi. Syarat untuk ini ialah diusahakannya suatu keadaan hutan yang normal terdiri dari tegakan-tegakan sebagai unit manajemennya. Normal dalam arti volume maupun luasnya memenuhi persyaratan lamanya rotasi hutan tanaman atau siklus tebangnya (hutan alam tidak seumur)

Kebijakan dan Program

Kebijakan prioritas dan program masing-masing kebijakan tersebut untuk mendukung strategi pengelolaan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di era paradigma baru kehutanan adalah sebagai betikut:

1. Pemberantasan Penebangan Liar

Program-program:

a. Sosialisasi peraturan perundangan, pemberdayaan, peningkatan peran serta dan kesejahtran masyarakat

b. Meingkatkan kordinasi dan kerjasama denga stakeholder terkait

c. Penegakan hukum secara tegas dan tidak pandang bulu

d. Pengamanan hutan wialayah perbatasan Indonesia-Malaysia melalui kebijakan diplomasi, pendekatan kesejahtraan masyarakat diperbatasan, serta upaya preventif dan represif bersama Kerajaan Malaysia

e. Pengembangan program perhutanan social

2. Restrukturisasi Industri Kehutanan

Program-program:

a. Menyeimbangkan kebutuhan input bahan baku untuk industri dengan kemampuan hutan secara lestari

b. Merestruktur (mengubah struktur) industri kehutanan

c. Menutup industri kehutanan yang sarat hutang

3. Penanggulangan Kebakaran Hutan

Program-program:

a. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai bahaya dan kerugian akibat kebakaran hutan

b. Pemberdayaan aparat local melalui pembentukan lembaga penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, pendidikan dan pelatihan serta melengkapi sarana dan prasarana

c. Penegakan hukum tanpa pandang bulu

d. Pemanfaatan secara optimal segala bentuk bantuan baik dari dalam maupun dari luar negeri

4. Rehabilitsi Hutan dan lahan

Program-program:

a. Menciptakan kondisi masyarakat yang memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan dan kesadaran mengelola hutan

b. Membuka peluang kesempatan kerja

c. Pembinaan petugas yang memiliki kemampuan dalam memfasilitasi masyarakat

d. Mengembagkan peran instansi pemerintah dalam memfasilitasi penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan di wilayah DAS

5. Desentralisasi Bidang Kehutanan

Program-program:

a. Penyempurnaan/ penataan seluruh organisasi UPT Pusat di Daerah

b. Penyelesaian penetapan berbagai pedoman, kriteria dan standar dalam pemberian izin

c. Penyempurnaan/sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang berlaku

d. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya masing-masing sehingga terdapat keselarasan dan keserasian tindak dalam meningkatkan keberhasilan desentralisasi bidang kehutanan

e. Penguatan sumber daya manusia, perangkat peraturan perundang-undangan dan fasilitas pendukung lainnya yang diperlukan melalui optimalisasi potensi yang dimiliki

f. Melakukan distribusi tenaga teknis kehutanan kepada propinsi dan kabupaten/kota melalui program asistensi pengrusan hutan otonomi daerah

g. Menyebarluaskan informasi berbagai kebijakan, hasil-hasil kajian/litbang dalam pelaksanaan pengurusan hutan oleh daerah ke berbagai daerah

III. BAHAN BACAAN

Anonim, 2000. Rencana Stratejik (RENSTRA) Tahun 2001-2005 Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Baplam, 2000. Hasil Rekalkulasi Sumberdaya Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya Dan Lingkungan: Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo, Jakarta.

Iskandar, U. 2000. Pola Pengelolaan Hutan Tropika. Alternatif Pengelolaan Hutan yang Selaras dengan Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Bigraf Publishing.

Manan, S. 1980. Manajemen Hutan Tropika Basah, Tantangan bagi rimbawan Indonesia. Bahan seminar kehutaan.

Partoatmodjo, S. 1995. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Bahan Kuliah Lingkungan S2. IPB Bogor.

Tim Fakultas Kehutanan IPB, Simposium Penerapan Ekolabel di Hutan Produksi. IPM

Superatman, Yuni, Iswara Gautama. 2003. Pardigma Kehutanan Dalam Mewujudkan Indonesia Lestari 2010. Proseding seminar sehari pascasarjana Unhas. Makassar.

Tidak ada komentar: